source : kompas

Sudah membeli pembalut daun sirih dan punya stok banyak di rumah, tapi, tetap membelinya lagi dan lagi karena merasa cemas kalau pembalutnya kurang—pas sedang menstruasi? Atau, mencuci tangan berulang kali akibat cemas berlebih terhadap kontaminasi kuman dan bakteri? Mungkin saja, kamu tengah mengidap OCD, penyakit yang dalam dunia medis disebut Obsessive Compulsive Disorder

Tahukah kamu, penyakit ini bisa dialami oleh siapa saja—dari semua kelompok usia—namun paling sering muncul di usia 7-17 tahun, loh. Lantas, apa  yang dimaksud OCD? Simak ulasannya di sini, ya!

Pengertian OCD

OCD (Obsessive Compulsive Disorder) merupakan gangguan mental yang membuat penderitanya melakukan perbuatan berulang kali (obsesif). Sebagaimana contoh yang disebutkan di atas, penderitanya akan mencuci tangan berulang kali karena merasa cemas dengan kontaminasi kuman dan bakteri. 

Penyebabnya? Masih belum diketahui pasti, namun beberapa hal ini disinyalir dapat memicu kondisinya, seperti:

  • Riwayat keluarga, penderita yang anggota keluarganya punya riwayat OCD, maka memungkinkannya memiliki penyakit yang sama. 
  • Lingkungan, yang lingkungan tempat tinggalnya tidak mendukung perkembangan psikis masa kecilnya.
  • Trauma, adanya trauma masa kecil seperti mendapatkan perlakuan abusive, baik itu secara fisik maupun seksual. 

Gejala OCD

Gejala yang dirasakan pada setiap orang biasanya bisa berbeda-beda satu sama lain, akan tetapi gejala yang umum terjadi, misalnya:

  • Berulang kali bertanya hal yang sama;
  • Sangat memperhatikan hal yang mendetail;
  • Suka dengan kerapian, ketepatan, dan simetri;
  • Menata barang di sekitar berdasarkan hal tertentu;
  • Terlalu cemas terkontaminasi bakteri maupun kuman;
  • Keseringan mengulang kata yang sama pada diri sendiri;
  • Memeriksa pintu yang padahal sudah dikunci berulang kali; 

Saat seseorang mengalami kondisi ini atau kamu melihat ada orang di sekitarmu yang menunjukkan gejalanya, maka ada baiknya jika mengkonsultasikan kondisi tersebut pada psikiater. Selanjutnya, dokter biasanya akan mendiagnosis penyakitnya dengan beberapa tindakan. 

Mulai dari; wawancara medis untuk menggali keluhan dan riwayat penyakit. pemeriksaan fisik untuk memastikan tidak ada masalah kesehatan, dan evaluasi terhadap psikologis dengan melakukan metode wawancara yang lebih mendalam antara dokter dan penderita.

Sementara, untuk pengobatannya, dokter akan menyarankan untuk menjalani beberapa terapi, seperti:

  • Terapi kognitif, membantu mengidentifikasi kekhawatiran yang dirasakan dan memberitahu cara mengatasinya. 
  • Terapi perilaku, membantu mengubah ataupun membatasi munculnya perilaku obsesif kompulsif yang dirasakan. 
  • Terapi keluarga, mengikutsertakan keluarga terutama untuk penderita yang masih anak-anak supaya terlibat aktif dalam pengobatan. 

Menstruasi dan OCD

Menurut Anxiety and Depression Association of America, tidak seimbangnya hormon di dalam tubuh dapat memicu munculnya gejala OCD selama periode pra menstruasi karena kadar estrogen yang sedang tinggi. Di mana, ketika ketidakseimbangan hormon ini berkontribusi terhadap gejala OCD, maka kemungkinan dapat memengaruhi siklus menstruasi. Walau, memang, dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait hal ini.

Selain itu, studi terbaru mengungkapkan bahwa gejala OCD—di mana pikiran yang mengganggu memainkan peran penting—dapat meningkat selama fase luteal (fase pra menstruasi) karena terjadi peningkatan hormon tertentu dan penurunan hormon lainnya. Nah, selama fase luteal tersebut, gejala depresi, kecemasan, dan panik pun bisa meningkat. 

Untuk itu, pada seseorang yang mengalami OCD, maka disarankan untuk mempersiapkan diri menjelang siklus menstruasinya datang. Misalnya, berkonsultasi ke psikiater supaya kondisi OCD yang dialami jadi lebih terkontrol. Selama menstruasi, pastikan untuk mengonsumsi makanan yang dapat melancarkan haid, ya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *